Puisi karya Farah Frastia
Hari ini
Aku belajar betapa menjadi pemenang
Bukan semata dengan mengalahkan orang lain
Aku belajar
Betapa merangkai tali dengan yang dulunya asing
Dan menyambung tali dengan yang pernah kutinggalkan
Terasa lebih berharga dari sekadar kemenangan semu
Mengetuk pintu demi pintu membuatku menjelma musafir cinta…
Aku haus… Aku haus
Lalu tanpa babibu mereka menyuguhkan segelas air putih
Secangkir susu atau kadang-kadang coklat panas yang sangat kusukai
Keajaiban yang lantas membuatku merenung
Betapa ribuan hari aku terkungkum dalam tempurung tanpa jendela
Berjibaku pada ribuan kata yang tak pernah habis kutelan
Hariku gelap
Pengap
Sepi
Setiap kali kudengar tawa menggelegar di luar tempurung
aku merasa sakit
Mengapa aku begini
Mengapa tidak begitu
Tapi kukuburkan saja pikiran itu pada setumpuk mimpi
Kubiarkan ia memborgol hingga berkarat
Hingga di suatu senja yang mendatangkan malam, hujan yang kutakuti
membawa samurai petir yang membelah tempurungku
Aku berteriak
Takut
Kalap
Dunia menyapaku dalam pandangan yang beragam
Aku menunduk, menutupi wajahku sedemikian rupa
Lantas berlari
Namun setiap kali aku beristirahat dari pelarianku
Kusadari bahwa aku masih berada di tempat yang sama
Di garis finish yang itu-itu saja
Hingga aku merasa lelah
Menyerah
Lalu memutuskan untuk kembali
Aku pun menata hatiku
menguatkan tekadku untuk tersenyum kepada setiap orang
Wajahku berkata
Inilah aku
seseorang yang terlahir kembali.
(301016)
Biografi Penulis :
Farah Frastia
Alumnus SMK Negeri 1 Kebumen. Tinggal di desa Tanjungsari, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen.
Karya tulisan :
- Omong Kosong Perdamaian Di Aceh – Qureta
- Kemilau Mutiara Laut Selatan Indonesia yang Terancam Punah – Klipingliterasi.