[one-half-first]
“[N]gger, kau sudah kuwariskan ilmu kanuragan dan kedigdayaan. Besok pagi kau boleh turun gunung,” ucap Ki Kayat pada murid kesayangannya, Jaka Puja. “Njih, Mbah Guru. Terima kasih telah menurunkan ilmu-ilmu kepada hamba. Entah dengan apa hamba harus membalasnya,” ucap pemuda berwajah tampan itu penuh rendah diri. “Ngger, jangan kau pikirkan itu. Sudah menjadi kewajibanku untuk berbagi ilmu. Oh ya, ada sesuatu yang belum aku katakan,” “Apa itu, Mbah?” “Kau termasuk pemuda perkasa, wajahmu juga tampan.
Tentu banyak gadis yang suka, bahkan randha,” “Randha?” “Iya, Ngger. Randha atau janda. Maka dari itu aku akan memberimu amalan atau mantra untuk menjaga nafsu burukmu. Juga akan kuwariskan kitab gaib NALAR PERPOLITIKAN ASMARA padamu, Ngger. Tapi sebelumnya aku ingin memberimu tenaga dalam dulu, apa kamu siap?” “Hamba siap, Mbah Guru,” kata Jaka Puja sembari memposisikan diri seperti posisi semedhi.
[/one-half-first][one-half].[/one-half]
Sang guru atau Ki Kayat merapalkan doa, lalu ia menarik napas dalam-dalam. Angin berhembus kencang seperti mengutuk dan hendak menghancurkan Gunung Mukti, suasana menjadi riuh. Ki Kayat mendorong tangannya hingga menyentuh punggung Jaka Puja. Tenaga dalam masuk ke dalam tubuh pemuda itu, Jaka Puja menggelinjang menahan kekuatan besar yang masuk.
Tak lama kemudian pentransferan tenaga dalam selesai, angin ribut tak ada lagi. Suasana jadi hening. Jaka Puja menoleh ke belakang, tetapi anehnya tidak ada siapapun. “Guru?” betapa kagetnya Jaka Puja melihat gurunya lenyap dari pandangan. “Guru dimana? Mbah Guruuu!!!” Ia mencoba menoleh ke sana ke mari, tetapi tidak ada siapa-siapa. Kemudian ia melihat sebuah surat dari rotan tergeletak di atas batu, ia mengambilnya lalu tersenyum melihat sederetan huruf-huruf yang tertulis. “Terimakasih Guruuuuuu!!!” ia berteriak ke langit. “Hahahahaha, hahahabaha. Jaga baikbaik dirimu, Ngger!!!” gaung suara Ki Kayat terdengar dari langi.
Gunakan Bahasa Yang baku, Sopan dan Bertanggung Jawab